Alhamdulillah, pada zaman sekarang pondok pesantren telah menjamur. Namun, mana yang harus diprioritaskan oleh orang tua untuk anak, apakah (1) kualitas dan kuantitas pengajar, atau (2) kuallitas para pelajar yang akan menjadi teman sang anak, atau (3) fasilitas lembaga pendidikan?
Dijawab oleh : al-Ustadz Abu Sa’id Hamzah bin Halil
Jawab: Semoga Allah memberkahi Anda
sekeluarga. Prioritaskan ma’had asatidzah (para pengajar)nya berpegang
teguh pada agama sesuai dengan pemahaman generasi terbaik umat ini,
yaitu dari kalangan shahabat , tabi’in, dan atba’ut tabi’in
–rahimahullah (semoga Allah merahmati mereka)-walaupun fasilitas yang
ada di ma’had tersebut sangat minim.
Jika ma’had itu ada di daerah Anda,
masukkanlah anak Anda dalam pendidikan ma’had tersebut. Anak-anak yang
masih kecil,yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang orang
tua, tidak tinggal di asrama ma’had yang mengharuskan mereka berpisah
dengan orang tua. Sebaiknya, mereka pada pagi hari belajar di ma’had dan
pada sore hari pulang ke rumah orang tua.
Jika tidak ada ma’had di daerah Anda,
hendaklah Anda atau istri Anda mengajari anak-anak yang masih kecil
tersbut membaca dan menulis. Jangan lupa, bimbinglah adab dan akhlak
mereka. namun, jika Anda atau istri Anda tidak memiliki kemampuan
mengajar, bekerjasamalah dengan orang-orang yang baik agamanya (termasuk
akhlak dan adabnya) untuk mengajari anak-anak Anda tersebut sekalipun
ilmu mereka sedikit. Sebab,yang di butuhkan anak pada usia ini adalah
keteladanan dan perhatian orang tua, ustadz, dan musyrif (pembimbing).
Jika tidak ada di ma’had di daerah Anda dan anak Anda memiliki kemauan untuk
belajar agama, masukkanlah dia ke ma’had yang terdekat dengan daerah
Anda yang mudah Anda kunjungi. Dengan demikian, anak tersebut tetap
merasakan jalinan kasih sayang Anda, orang tuanya.
Saran
Jika Anda sudah beristikharah dan
menyerahkan pendidikan anak Anda ke sebuah ma’had yang menjunjung tinggi
prinsip salafus saleh (generasi trdahulu yang shalih), bekerja samalah
dengan ma’had tersebut dalam proses pendidikan anak Anda. Ingat, orang
tua memiliki andil besar dalam keberhasilan ataupun kegagalan pendidikan
anak-anaknya, tentu setelah kehendak Allah.
Diantara bentuk kerjasama anda dengan ma’had tersebut sebagai berikut.
- Perbanyak doa kepada Allah untuk kebaikan anak Anda dan para pendidik/atau pembimbing anak Anda. Semoga Allah memberikan taufiq kepada mereka semua.
- Hargai dan junjung tinggi kebijakan ma’had.
- Jika ada berita-berita negatif tentang ma’had, tatsabbut/kralifikasilah kepada asatidzah (para ustadz)nyang diamanahi mengelola ma’had tersebut.
- Jika mendapati suatu ganjalan atau kekurangan di ma’had, Anda boleh membantu mengatasinya denganmenyampaikan kepada asatidzah berikut saran/usulan untuk mengatasinya. Sampaikan dengan adab yang baik, kemudian serahkan kebijakannya kepada asatidzah pengelola ma’had. Anda harus berprasangka baik kepada mereka bahwa kebijakan yang akan diambil berdasarkan ilmu, bukan perasaan atau akal, apalagi hawa nafsu. Asatidzah yang menjunjung tinngi prinsip salaful ummah ini tentuakan menghomati saran Anda, selama tidak bertentangan dengan syariat yang agung ini.
- Jangan kecewa atau marah apabila saran anda ditolak. Sebaliknya, jangan merasa ujub (bangga diri) ketika saran Anda diterima.
- Tanamkan dalam jiwa Anda bahwa kekurangan yang ada di ma’had adalah kekurangan Anda juga. Jangan menyebarkannya kepada orang-orang yang tidak bisa diharapkan untuk mengatasinya.
- Jika Anda menginginkan kebaikan untuk ma’had, sampaikanlah niat baikAnda dengan adab yang baik kepada asatidzah pengelola ma’had.
- Jaga kewibawaanasatidzah dan musyrifun (para pembimbing).
- Tanamkan kepada anak-anak untuk menghormati asatidzah dan musyriun. Jangan sekali-kali menjatuhkan wibawa mereka di hadapan anak-anak.
- Jangan berlebihan menyayangi anak-anak. Hal ini bisa jadi justru mengakibatkan mereka kurang menghargai ustadz atau musyrifun.
- Seringlah berkomunikasi dengan asatidzah atau musyrifun untuk menanyakan perkembangan adab dan akhlaq anak Anda. Mintalah bimbingan mereka untuk membangkitkan semangat belajar dan beramal pada diri anak Anda.
Jika orang tua mau bekerja sama dan
menghormati asdatidzah serta musyriun yang ada ditempat pendidikan
anak-anaknya, hal akan banyak memberikan pengaruhpositif terhadap
pendidikan anak-anak tersebut. Adalah kurang bijak seseorang menitipkan
anaknya di suatu ma’had, sementara dia kurang menghargai asatidzah dan
musyrifun yang mendidik anak-anaknya, tidak mau bekerja sama dengan
ma’had, tetapi justru menyebarluaskan aib dan kekurangan yang ada.
Semoga Allah menjaga kaum muslimin dan
ma’had-ma’had ahlus sunnah wal jama’ah dari segala kejelekan. Semoga dia
‘azza wajalla juga memberikan kesabaran kepada asatidzah dan musyrifun
yang mengelola ma’had tersebut sehingga tetap istuqomah mendakwahkan
al-haq dan tegar menghadapi berbagai ujian dalam dakwah yang agung ini. Amiin ya Robbal ‘Alamin. (Sumber Majalah Qonitah edisi ke empat)
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Pda hari Jum’ay yang mulia terdapat satu
waktu yang mustajab untuk berdoa. Tidaklah seorang hamba yang beriman
memunajatkan do'a kepada Rabbnya pada waktu itu, kecuali Allah akan
mengabulkannya selama tidak meminta yang haram.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, dia bercerita: "Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Sesungguhnya pada hari Jum'at itu
terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa
memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia
akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang
kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaq 'Alaih)
Terdapat dua pendapat besar di antara
ulama tentang letak waktu tersebut. Pertama, sejak duduknya imam di atas
mimbar sampai dengan berakhirnya shalat.
Kedua: waktu ijabah tersebut berada di akhir waktu di hari Jum’at, yakni setelah 'Ashar sampai Maghrib.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah merajihkan
pendapat ini. Beliau berkata, "yang ini merupakan pendapat yang paling
rajih dari dua pendapat yang ada. Ia adalah pendapat Abdullah bin Salam,
Abu Hurairah, Imam Ahmad, dan beberapa ulama selain mereka." (Zaad al
Ma'ad: I/390)
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/doa/2013/12/12/28104/manfaatkan-waktu-mustajab-dikabulkan-doa-di-sore-hari-jumat/#sthash.yj9cJqH3.dpuf
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Pda hari Jum’ay yang mulia terdapat satu
waktu yang mustajab untuk berdoa. Tidaklah seorang hamba yang beriman
memunajatkan do'a kepada Rabbnya pada waktu itu, kecuali Allah akan
mengabulkannya selama tidak meminta yang haram.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, dia bercerita: "Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Sesungguhnya pada hari Jum'at itu
terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa
memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia
akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang
kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaq 'Alaih)
Terdapat dua pendapat besar di antara
ulama tentang letak waktu tersebut. Pertama, sejak duduknya imam di atas
mimbar sampai dengan berakhirnya shalat.
Kedua: waktu ijabah tersebut berada di akhir waktu di hari Jum’at, yakni setelah 'Ashar sampai Maghrib.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah merajihkan
pendapat ini. Beliau berkata, "yang ini merupakan pendapat yang paling
rajih dari dua pendapat yang ada. Ia adalah pendapat Abdullah bin Salam,
Abu Hurairah, Imam Ahmad, dan beberapa ulama selain mereka." (Zaad al
Ma'ad: I/390)
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/doa/2013/12/12/28104/manfaatkan-waktu-mustajab-dikabulkan-doa-di-sore-hari-jumat/#sthash.yj9cJqH3.dpuf
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Pda hari Jum’ay yang mulia terdapat satu
waktu yang mustajab untuk berdoa. Tidaklah seorang hamba yang beriman
memunajatkan do'a kepada Rabbnya pada waktu itu, kecuali Allah akan
mengabulkannya selama tidak meminta yang haram.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, dia bercerita: "Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Sesungguhnya pada hari Jum'at itu
terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa
memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia
akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang
kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaq 'Alaih)
Terdapat dua pendapat besar di antara
ulama tentang letak waktu tersebut. Pertama, sejak duduknya imam di atas
mimbar sampai dengan berakhirnya shalat.
Kedua: waktu ijabah tersebut berada di akhir waktu di hari Jum’at, yakni setelah 'Ashar sampai Maghrib.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah merajihkan
pendapat ini. Beliau berkata, "yang ini merupakan pendapat yang paling
rajih dari dua pendapat yang ada. Ia adalah pendapat Abdullah bin Salam,
Abu Hurairah, Imam Ahmad, dan beberapa ulama selain mereka." (Zaad al
Ma'ad: I/390)
Hadits yang menunjukkan kesimpulan ini cukup banyak. Di antaranya hadits Jabir bin Abdillah Radliyallah 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
يَوْمُ
الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لَا يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ
يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ
سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
"Hari Jum'at terdiri dari 12 waktu,
di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim pada saat
itu memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan mengabulkan
permintaannya. Oleh karena itu, carilah saat tersebut pada akhir waktu
setelah 'Ashar." (HR. an Nasai dan Abu Dawud. Disahihkan oleh Ibnul Hajar dalam al Fath dan dishahihkan juga oleh al Albani dalam Shahih an Nasai dan Shahih Abu Dawud)
Hadits Abdullah bin Salam, dia
bercerita: "Aku berkata, 'sesungguhnya kami mendapatkan di dalam
Kitabullah bahwa pada hari Jum'at terdapat satu saat yang tidaklah
seorang hamba mukmin bertepatan dengannya lalu berdoa memohon sesuatu
kepada Allah, melainkan akan dipenuhi permintaannya.' Lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengisyaratkan
dengan tangannya bahwa itu hanya sebagian saat. Kemudian Abdullah bin
Salam bertanya; 'kapan saat itu berlangsung?' beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menjawab, "saat itu berlangsung pada akhir waktu siang." Setelah itu
Abdullah bertanya lagi, 'bukankah saat itu bukan waktu shalat?' beliau
menjawab,
بَلَى إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ
"Benar, sesungguhnya seorang hamba
mukmin jika mengerjakan shalat kemudian duduk, tidak menahannya kecuali
shalat, melainkan dia berada di dalam shalat." (HR. Ibnu Majah. Syaikh al Albani menilainya hasan shahih).
Juga berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
الْتَمِسُوا السَّاعَةَ الَّتِي تُرْجَى فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلَى غَيْبُوبَةِ الشَّمْسِ
"Carilah saat yang sangat diharapkan pada hari Jum'at, yaitu setelah 'Ashar sampai tenggelamnya matahari." (HR. at Tirmidzi; dinilai Hasan oleh al Albani di dalam Shahih at Tirmidzi dan Shahihh at Targhib).
Al-Hafidz Ibnul Hajar rahimahullah berkata:
"diriwayatkan Sa'id bin Mansur dengan sanad shahih kepada Abu Salamah
bin Abdirrahman, ada beberapa orang dari sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
berkumpul lalu saling menyebut satu saat yang terdapat pada hari
Jum'at. Kemudian mereka berpisah tanpa berbeda pendapat bahwa saat
tersebut berlangsung pada akhir waktu dari hari Jum'at." (Fath al-Baari
:II/421 dan Zaad al-Ma'ad oleh Ibnul Qayim I:391)
Ibnul Qayyim berkata, "diriwayatkan
Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas, dia berkata: 'saat (mustajab) yang
disebutkan ada pada hari Jum'at itu terletak di antara shalat 'Ashar dan
tenggelamnya matahari.' Sa'id bin Jubair jika sudah melaksanakan shalat
'Ashar dia tidak mengajak bicara seseorang pun hingga matahari
terbenam. Demikian ini pendapat mayoritas ulama salaf, dan mayoritas
hadits mengarah pada pendapat itu. Selanjutnya, pendapat lain menyatakan
bahwa saat tersebut terdapat pada waktu shalat Jum'at. Adapun
pendapat-pendapat lainnya tidak memiliki dalil." (Zaad al-Ma'ad: I/394)
Ibnul Qayyim juga mengatakan, "menurut
saya, saat shalat merupakan waktu yang diharapkan pengabulan doa.
Keduanya merupakan waktu pengabulan meskipun satu saat yang khusus itu
di akhir waktu setelah shalat 'Ashar. Itu merupakan saat tertentu dari
hari Jum'at yang tidak akan mundur atau maju. Adapun saat ijabah pada
waktu shalat, ia mengikuti waktu shalat itu sendiri sehingga bisa maju
atau mundur. Karena ketika berkumpulnya kaum muslimin, shalat,
ketundukan, dan munajat mereka kepada Allah memiliki pengaruh terhadap
pengabulan (doa). Dengan demikian, saat pertemuan mereka merupakan saat
yang diharap dikabulkannya doa. Dengan demikian itu, seluruh hadits
berpadu antara yang satu dengan lainnya. . ." (Zaad al Ma'ad: I/394)
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim berkata,
"saat mustajab berlangsung pada akhir waktu setelah 'Ashar yang
diagungkan oleh seluruh pemeluk agama. Menurut Ahl Kitab, ia merupakan
saat pengabulan. Inilah salah satu yang ingin mereka ganti dan
merubahnya. Sebagian orang dari mereka yang telah beriman mengakui hal
tersebut." (Zaad al-Ma'ad: I/396)
. . . saat mustajab berlangsung pada akhir waktu setelah 'Ashar yang diagungkan oleh seluruh pemeluk agama. . . (Ibnul Qayyim)
Pendapat ini juga yang dipilih oleh Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah sebagaimana yang dinukil oleh DR. Sa'id bin Ali al Qahthan dalam Shalatul Mukmin.
Syaikh Ibnu Bazz berkata, "hal itu menunjukkan bahwa sudah sepantasnya
bagi orang muslim untuk memberikan perhatian terhadap hari Jum'at.
Sebab, di dalamnya terdapat satu saat yang tidaklah seorang muslim
berdoa memohon sesuatu bertepatan dengan saat tersebut melainkan Allah
akan mengabulkannya, yaitu setelah shalat 'Ashar. Mungkin saat ini
berlangsung setelah duduknya imam di atas mimbar. Oleh karena itu, jika
seseorang datang dan duduk setelah 'Ashar menunggu shalat Maghrib seraya
berdoa, doanya akan dikabulkan. Demikian halnya jika setelah naiknya
imam ke atas mimbar, seseorang berdoa dalam sujud dan duduknya maka
sudah pasti doanya akan dikabulkan." (DR. Sa'id bin Ali bin Wahf al
Qahthani, Ensiklopedi Shalat menurut al Qur'an dan as Sunnah : II/349) Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/doa/2013/12/12/28104/manfaatkan-waktu-mustajab-dikabulkan-doa-di-sore-hari-jumat/#sthash.yj9cJqH3.dpuf
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Pda hari Jum’ay yang mulia terdapat satu
waktu yang mustajab untuk berdoa. Tidaklah seorang hamba yang beriman
memunajatkan do'a kepada Rabbnya pada waktu itu, kecuali Allah akan
mengabulkannya selama tidak meminta yang haram.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, dia bercerita: "Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Sesungguhnya pada hari Jum'at itu
terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa
memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia
akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang
kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaq 'Alaih)
Terdapat dua pendapat besar di antara
ulama tentang letak waktu tersebut. Pertama, sejak duduknya imam di atas
mimbar sampai dengan berakhirnya shalat.
Kedua: waktu ijabah tersebut berada di akhir waktu di hari Jum’at, yakni setelah 'Ashar sampai Maghrib.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah merajihkan
pendapat ini. Beliau berkata, "yang ini merupakan pendapat yang paling
rajih dari dua pendapat yang ada. Ia adalah pendapat Abdullah bin Salam,
Abu Hurairah, Imam Ahmad, dan beberapa ulama selain mereka." (Zaad al
Ma'ad: I/390)
Hadits yang menunjukkan kesimpulan ini cukup banyak. Di antaranya hadits Jabir bin Abdillah Radliyallah 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
يَوْمُ
الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لَا يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ
يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ
سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
"Hari Jum'at terdiri dari 12 waktu,
di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim pada saat
itu memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan mengabulkan
permintaannya. Oleh karena itu, carilah saat tersebut pada akhir waktu
setelah 'Ashar." (HR. an Nasai dan Abu Dawud. Disahihkan oleh Ibnul Hajar dalam al Fath dan dishahihkan juga oleh al Albani dalam Shahih an Nasai dan Shahih Abu Dawud)
Hadits Abdullah bin Salam, dia
bercerita: "Aku berkata, 'sesungguhnya kami mendapatkan di dalam
Kitabullah bahwa pada hari Jum'at terdapat satu saat yang tidaklah
seorang hamba mukmin bertepatan dengannya lalu berdoa memohon sesuatu
kepada Allah, melainkan akan dipenuhi permintaannya.' Lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengisyaratkan
dengan tangannya bahwa itu hanya sebagian saat. Kemudian Abdullah bin
Salam bertanya; 'kapan saat itu berlangsung?' beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menjawab, "saat itu berlangsung pada akhir waktu siang." Setelah itu
Abdullah bertanya lagi, 'bukankah saat itu bukan waktu shalat?' beliau
menjawab,
بَلَى إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ
"Benar, sesungguhnya seorang hamba
mukmin jika mengerjakan shalat kemudian duduk, tidak menahannya kecuali
shalat, melainkan dia berada di dalam shalat." (HR. Ibnu Majah. Syaikh al Albani menilainya hasan shahih).
Juga berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
الْتَمِسُوا السَّاعَةَ الَّتِي تُرْجَى فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلَى غَيْبُوبَةِ الشَّمْسِ
"Carilah saat yang sangat diharapkan pada hari Jum'at, yaitu setelah 'Ashar sampai tenggelamnya matahari." (HR. at Tirmidzi; dinilai Hasan oleh al Albani di dalam Shahih at Tirmidzi dan Shahihh at Targhib).
Al-Hafidz Ibnul Hajar rahimahullah berkata:
"diriwayatkan Sa'id bin Mansur dengan sanad shahih kepada Abu Salamah
bin Abdirrahman, ada beberapa orang dari sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
berkumpul lalu saling menyebut satu saat yang terdapat pada hari
Jum'at. Kemudian mereka berpisah tanpa berbeda pendapat bahwa saat
tersebut berlangsung pada akhir waktu dari hari Jum'at." (Fath al-Baari
:II/421 dan Zaad al-Ma'ad oleh Ibnul Qayim I:391)
Ibnul Qayyim berkata, "diriwayatkan
Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas, dia berkata: 'saat (mustajab) yang
disebutkan ada pada hari Jum'at itu terletak di antara shalat 'Ashar dan
tenggelamnya matahari.' Sa'id bin Jubair jika sudah melaksanakan shalat
'Ashar dia tidak mengajak bicara seseorang pun hingga matahari
terbenam. Demikian ini pendapat mayoritas ulama salaf, dan mayoritas
hadits mengarah pada pendapat itu. Selanjutnya, pendapat lain menyatakan
bahwa saat tersebut terdapat pada waktu shalat Jum'at. Adapun
pendapat-pendapat lainnya tidak memiliki dalil." (Zaad al-Ma'ad: I/394)
Ibnul Qayyim juga mengatakan, "menurut
saya, saat shalat merupakan waktu yang diharapkan pengabulan doa.
Keduanya merupakan waktu pengabulan meskipun satu saat yang khusus itu
di akhir waktu setelah shalat 'Ashar. Itu merupakan saat tertentu dari
hari Jum'at yang tidak akan mundur atau maju. Adapun saat ijabah pada
waktu shalat, ia mengikuti waktu shalat itu sendiri sehingga bisa maju
atau mundur. Karena ketika berkumpulnya kaum muslimin, shalat,
ketundukan, dan munajat mereka kepada Allah memiliki pengaruh terhadap
pengabulan (doa). Dengan demikian, saat pertemuan mereka merupakan saat
yang diharap dikabulkannya doa. Dengan demikian itu, seluruh hadits
berpadu antara yang satu dengan lainnya. . ." (Zaad al Ma'ad: I/394)
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim berkata,
"saat mustajab berlangsung pada akhir waktu setelah 'Ashar yang
diagungkan oleh seluruh pemeluk agama. Menurut Ahl Kitab, ia merupakan
saat pengabulan. Inilah salah satu yang ingin mereka ganti dan
merubahnya. Sebagian orang dari mereka yang telah beriman mengakui hal
tersebut." (Zaad al-Ma'ad: I/396)
. . . saat mustajab berlangsung pada akhir waktu setelah 'Ashar yang diagungkan oleh seluruh pemeluk agama. . . (Ibnul Qayyim)
Pendapat ini juga yang dipilih oleh Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah sebagaimana yang dinukil oleh DR. Sa'id bin Ali al Qahthan dalam Shalatul Mukmin.
Syaikh Ibnu Bazz berkata, "hal itu menunjukkan bahwa sudah sepantasnya
bagi orang muslim untuk memberikan perhatian terhadap hari Jum'at.
Sebab, di dalamnya terdapat satu saat yang tidaklah seorang muslim
berdoa memohon sesuatu bertepatan dengan saat tersebut melainkan Allah
akan mengabulkannya, yaitu setelah shalat 'Ashar. Mungkin saat ini
berlangsung setelah duduknya imam di atas mimbar. Oleh karena itu, jika
seseorang datang dan duduk setelah 'Ashar menunggu shalat Maghrib seraya
berdoa, doanya akan dikabulkan. Demikian halnya jika setelah naiknya
imam ke atas mimbar, seseorang berdoa dalam sujud dan duduknya maka
sudah pasti doanya akan dikabulkan." (DR. Sa'id bin Ali bin Wahf al
Qahthani, Ensiklopedi Shalat menurut al Qur'an dan as Sunnah : II/349) Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/doa/2013/12/12/28104/manfaatkan-waktu-mustajab-dikabulkan-doa-di-sore-hari-jumat/#sthash.yj9cJqH3.dpuf
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Pda hari Jum’ay yang mulia terdapat satu
waktu yang mustajab untuk berdoa. Tidaklah seorang hamba yang beriman
memunajatkan do'a kepada Rabbnya pada waktu itu, kecuali Allah akan
mengabulkannya selama tidak meminta yang haram.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, dia bercerita: "Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Sesungguhnya pada hari Jum'at itu
terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa
memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia
akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang
kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaq 'Alaih)
Terdapat dua pendapat besar di antara
ulama tentang letak waktu tersebut. Pertama, sejak duduknya imam di atas
mimbar sampai dengan berakhirnya shalat.
Kedua: waktu ijabah tersebut berada di akhir waktu di hari Jum’at, yakni setelah 'Ashar sampai Maghrib.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah merajihkan
pendapat ini. Beliau berkata, "yang ini merupakan pendapat yang paling
rajih dari dua pendapat yang ada. Ia adalah pendapat Abdullah bin Salam,
Abu Hurairah, Imam Ahmad, dan beberapa ulama selain mereka." (Zaad al
Ma'ad: I/390)
Hadits yang menunjukkan kesimpulan ini cukup banyak. Di antaranya hadits Jabir bin Abdillah Radliyallah 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
يَوْمُ
الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لَا يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ
يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ
سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
"Hari Jum'at terdiri dari 12 waktu,
di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim pada saat
itu memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan mengabulkan
permintaannya. Oleh karena itu, carilah saat tersebut pada akhir waktu
setelah 'Ashar." (HR. an Nasai dan Abu Dawud. Disahihkan oleh Ibnul Hajar dalam al Fath dan dishahihkan juga oleh al Albani dalam Shahih an Nasai dan Shahih Abu Dawud)
Hadits Abdullah bin Salam, dia
bercerita: "Aku berkata, 'sesungguhnya kami mendapatkan di dalam
Kitabullah bahwa pada hari Jum'at terdapat satu saat yang tidaklah
seorang hamba mukmin bertepatan dengannya lalu berdoa memohon sesuatu
kepada Allah, melainkan akan dipenuhi permintaannya.' Lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengisyaratkan
dengan tangannya bahwa itu hanya sebagian saat. Kemudian Abdullah bin
Salam bertanya; 'kapan saat itu berlangsung?' beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menjawab, "saat itu berlangsung pada akhir waktu siang." Setelah itu
Abdullah bertanya lagi, 'bukankah saat itu bukan waktu shalat?' beliau
menjawab,
بَلَى إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ
"Benar, sesungguhnya seorang hamba
mukmin jika mengerjakan shalat kemudian duduk, tidak menahannya kecuali
shalat, melainkan dia berada di dalam shalat." (HR. Ibnu Majah. Syaikh al Albani menilainya hasan shahih).
Juga berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
الْتَمِسُوا السَّاعَةَ الَّتِي تُرْجَى فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلَى غَيْبُوبَةِ الشَّمْسِ
"Carilah saat yang sangat diharapkan pada hari Jum'at, yaitu setelah 'Ashar sampai tenggelamnya matahari." (HR. at Tirmidzi; dinilai Hasan oleh al Albani di dalam Shahih at Tirmidzi dan Shahihh at Targhib).
Al-Hafidz Ibnul Hajar rahimahullah berkata:
"diriwayatkan Sa'id bin Mansur dengan sanad shahih kepada Abu Salamah
bin Abdirrahman, ada beberapa orang dari sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
berkumpul lalu saling menyebut satu saat yang terdapat pada hari
Jum'at. Kemudian mereka berpisah tanpa berbeda pendapat bahwa saat
tersebut berlangsung pada akhir waktu dari hari Jum'at." (Fath al-Baari
:II/421 dan Zaad al-Ma'ad oleh Ibnul Qayim I:391)
Ibnul Qayyim berkata, "diriwayatkan
Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas, dia berkata: 'saat (mustajab) yang
disebutkan ada pada hari Jum'at itu terletak di antara shalat 'Ashar dan
tenggelamnya matahari.' Sa'id bin Jubair jika sudah melaksanakan shalat
'Ashar dia tidak mengajak bicara seseorang pun hingga matahari
terbenam. Demikian ini pendapat mayoritas ulama salaf, dan mayoritas
hadits mengarah pada pendapat itu. Selanjutnya, pendapat lain menyatakan
bahwa saat tersebut terdapat pada waktu shalat Jum'at. Adapun
pendapat-pendapat lainnya tidak memiliki dalil." (Zaad al-Ma'ad: I/394)
Ibnul Qayyim juga mengatakan, "menurut
saya, saat shalat merupakan waktu yang diharapkan pengabulan doa.
Keduanya merupakan waktu pengabulan meskipun satu saat yang khusus itu
di akhir waktu setelah shalat 'Ashar. Itu merupakan saat tertentu dari
hari Jum'at yang tidak akan mundur atau maju. Adapun saat ijabah pada
waktu shalat, ia mengikuti waktu shalat itu sendiri sehingga bisa maju
atau mundur. Karena ketika berkumpulnya kaum muslimin, shalat,
ketundukan, dan munajat mereka kepada Allah memiliki pengaruh terhadap
pengabulan (doa). Dengan demikian, saat pertemuan mereka merupakan saat
yang diharap dikabulkannya doa. Dengan demikian itu, seluruh hadits
berpadu antara yang satu dengan lainnya. . ." (Zaad al Ma'ad: I/394)
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim berkata,
"saat mustajab berlangsung pada akhir waktu setelah 'Ashar yang
diagungkan oleh seluruh pemeluk agama. Menurut Ahl Kitab, ia merupakan
saat pengabulan. Inilah salah satu yang ingin mereka ganti dan
merubahnya. Sebagian orang dari mereka yang telah beriman mengakui hal
tersebut." (Zaad al-Ma'ad: I/396)
. . . saat mustajab berlangsung pada akhir waktu setelah 'Ashar yang diagungkan oleh seluruh pemeluk agama. . . (Ibnul Qayyim)
Pendapat ini juga yang dipilih oleh Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah sebagaimana yang dinukil oleh DR. Sa'id bin Ali al Qahthan dalam Shalatul Mukmin.
Syaikh Ibnu Bazz berkata, "hal itu menunjukkan bahwa sudah sepantasnya
bagi orang muslim untuk memberikan perhatian terhadap hari Jum'at.
Sebab, di dalamnya terdapat satu saat yang tidaklah seorang muslim
berdoa memohon sesuatu bertepatan dengan saat tersebut melainkan Allah
akan mengabulkannya, yaitu setelah shalat 'Ashar. Mungkin saat ini
berlangsung setelah duduknya imam di atas mimbar. Oleh karena itu, jika
seseorang datang dan duduk setelah 'Ashar menunggu shalat Maghrib seraya
berdoa, doanya akan dikabulkan. Demikian halnya jika setelah naiknya
imam ke atas mimbar, seseorang berdoa dalam sujud dan duduknya maka
sudah pasti doanya akan dikabulkan." (DR. Sa'id bin Ali bin Wahf al
Qahthani, Ensiklopedi Shalat menurut al Qur'an dan as Sunnah : II/349) Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/doa/2013/12/12/28104/manfaatkan-waktu-mustajab-dikabulkan-doa-di-sore-hari-jumat/#sthash.yj9cJqH3.dpuf
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Pda hari Jum’ay yang mulia terdapat satu
waktu yang mustajab untuk berdoa. Tidaklah seorang hamba yang beriman
memunajatkan do'a kepada Rabbnya pada waktu itu, kecuali Allah akan
mengabulkannya selama tidak meminta yang haram.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, dia bercerita: "Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Sesungguhnya pada hari Jum'at itu
terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa
memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia
akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang
kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaq 'Alaih)
Terdapat dua pendapat besar di antara
ulama tentang letak waktu tersebut. Pertama, sejak duduknya imam di atas
mimbar sampai dengan berakhirnya shalat.
Kedua: waktu ijabah tersebut berada di akhir waktu di hari Jum’at, yakni setelah 'Ashar sampai Maghrib.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah merajihkan
pendapat ini. Beliau berkata, "yang ini merupakan pendapat yang paling
rajih dari dua pendapat yang ada. Ia adalah pendapat Abdullah bin Salam,
Abu Hurairah, Imam Ahmad, dan beberapa ulama selain mereka." (Zaad al
Ma'ad: I/390)
Hadits yang menunjukkan kesimpulan ini cukup banyak. Di antaranya hadits Jabir bin Abdillah Radliyallah 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
يَوْمُ
الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لَا يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ
يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ
سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
"Hari Jum'at terdiri dari 12 waktu,
di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim pada saat
itu memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan mengabulkan
permintaannya. Oleh karena itu, carilah saat tersebut pada akhir waktu
setelah 'Ashar." (HR. an Nasai dan Abu Dawud. Disahihkan oleh Ibnul Hajar dalam al Fath dan dishahihkan juga oleh al Albani dalam Shahih an Nasai dan Shahih Abu Dawud)
Hadits Abdullah bin Salam, dia
bercerita: "Aku berkata, 'sesungguhnya kami mendapatkan di dalam
Kitabullah bahwa pada hari Jum'at terdapat satu saat yang tidaklah
seorang hamba mukmin bertepatan dengannya lalu berdoa memohon sesuatu
kepada Allah, melainkan akan dipenuhi permintaannya.' Lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengisyaratkan
dengan tangannya bahwa itu hanya sebagian saat. Kemudian Abdullah bin
Salam bertanya; 'kapan saat itu berlangsung?' beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menjawab, "saat itu berlangsung pada akhir waktu siang." Setelah itu
Abdullah bertanya lagi, 'bukankah saat itu bukan waktu shalat?' beliau
menjawab,
بَلَى إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ
"Benar, sesungguhnya seorang hamba
mukmin jika mengerjakan shalat kemudian duduk, tidak menahannya kecuali
shalat, melainkan dia berada di dalam shalat." (HR. Ibnu Majah. Syaikh al Albani menilainya hasan shahih).
Juga berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
الْتَمِسُوا السَّاعَةَ الَّتِي تُرْجَى فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلَى غَيْبُوبَةِ الشَّمْسِ
"Carilah saat yang sangat diharapkan pada hari Jum'at, yaitu setelah 'Ashar sampai tenggelamnya matahari." (HR. at Tirmidzi; dinilai Hasan oleh al Albani di dalam Shahih at Tirmidzi dan Shahihh at Targhib).
Al-Hafidz Ibnul Hajar rahimahullah berkata:
"diriwayatkan Sa'id bin Mansur dengan sanad shahih kepada Abu Salamah
bin Abdirrahman, ada beberapa orang dari sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
berkumpul lalu saling menyebut satu saat yang terdapat pada hari
Jum'at. Kemudian mereka berpisah tanpa berbeda pendapat bahwa saat
tersebut berlangsung pada akhir waktu dari hari Jum'at." (Fath al-Baari
:II/421 dan Zaad al-Ma'ad oleh Ibnul Qayim I:391)
Ibnul Qayyim berkata, "diriwayatkan
Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas, dia berkata: 'saat (mustajab) yang
disebutkan ada pada hari Jum'at itu terletak di antara shalat 'Ashar dan
tenggelamnya matahari.' Sa'id bin Jubair jika sudah melaksanakan shalat
'Ashar dia tidak mengajak bicara seseorang pun hingga matahari
terbenam. Demikian ini pendapat mayoritas ulama salaf, dan mayoritas
hadits mengarah pada pendapat itu. Selanjutnya, pendapat lain menyatakan
bahwa saat tersebut terdapat pada waktu shalat Jum'at. Adapun
pendapat-pendapat lainnya tidak memiliki dalil." (Zaad al-Ma'ad: I/394)
Ibnul Qayyim juga mengatakan, "menurut
saya, saat shalat merupakan waktu yang diharapkan pengabulan doa.
Keduanya merupakan waktu pengabulan meskipun satu saat yang khusus itu
di akhir waktu setelah shalat 'Ashar. Itu merupakan saat tertentu dari
hari Jum'at yang tidak akan mundur atau maju. Adapun saat ijabah pada
waktu shalat, ia mengikuti waktu shalat itu sendiri sehingga bisa maju
atau mundur. Karena ketika berkumpulnya kaum muslimin, shalat,
ketundukan, dan munajat mereka kepada Allah memiliki pengaruh terhadap
pengabulan (doa). Dengan demikian, saat pertemuan mereka merupakan saat
yang diharap dikabulkannya doa. Dengan demikian itu, seluruh hadits
berpadu antara yang satu dengan lainnya. . ." (Zaad al Ma'ad: I/394)
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim berkata,
"saat mustajab berlangsung pada akhir waktu setelah 'Ashar yang
diagungkan oleh seluruh pemeluk agama. Menurut Ahl Kitab, ia merupakan
saat pengabulan. Inilah salah satu yang ingin mereka ganti dan
merubahnya. Sebagian orang dari mereka yang telah beriman mengakui hal
tersebut." (Zaad al-Ma'ad: I/396)
. . . saat mustajab berlangsung pada akhir waktu setelah 'Ashar yang diagungkan oleh seluruh pemeluk agama. . . (Ibnul Qayyim)
Pendapat ini juga yang dipilih oleh Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah sebagaimana yang dinukil oleh DR. Sa'id bin Ali al Qahthan dalam Shalatul Mukmin.
Syaikh Ibnu Bazz berkata, "hal itu menunjukkan bahwa sudah sepantasnya
bagi orang muslim untuk memberikan perhatian terhadap hari Jum'at.
Sebab, di dalamnya terdapat satu saat yang tidaklah seorang muslim
berdoa memohon sesuatu bertepatan dengan saat tersebut melainkan Allah
akan mengabulkannya, yaitu setelah shalat 'Ashar. Mungkin saat ini
berlangsung setelah duduknya imam di atas mimbar. Oleh karena itu, jika
seseorang datang dan duduk setelah 'Ashar menunggu shalat Maghrib seraya
berdoa, doanya akan dikabulkan. Demikian halnya jika setelah naiknya
imam ke atas mimbar, seseorang berdoa dalam sujud dan duduknya maka
sudah pasti doanya akan dikabulkan." (DR. Sa'id bin Ali bin Wahf al
Qahthani, Ensiklopedi Shalat menurut al Qur'an dan as Sunnah : II/349) Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/doa/2013/12/12/28104/manfaatkan-waktu-mustajab-dikabulkan-doa-di-sore-hari-jumat/#sthash.yj9cJqH3.dpuf
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Pda hari Jum’ay yang mulia terdapat satu
waktu yang mustajab untuk berdoa. Tidaklah seorang hamba yang beriman
memunajatkan do'a kepada Rabbnya pada waktu itu, kecuali Allah akan
mengabulkannya selama tidak meminta yang haram.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, dia bercerita: "Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Sesungguhnya pada hari Jum'at itu
terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa
memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia
akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang
kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaq 'Alaih)
Terdapat dua pendapat besar di antara
ulama tentang letak waktu tersebut. Pertama, sejak duduknya imam di atas
mimbar sampai dengan berakhirnya shalat.
Kedua: waktu ijabah tersebut berada di akhir waktu di hari Jum’at, yakni setelah 'Ashar sampai Maghrib.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah merajihkan
pendapat ini. Beliau berkata, "yang ini merupakan pendapat yang paling
rajih dari dua pendapat yang ada. Ia adalah pendapat Abdullah bin Salam,
Abu Hurairah, Imam Ahmad, dan beberapa ulama selain mereka." (Zaad al
Ma'ad: I/390)
Hadits yang menunjukkan kesimpulan ini cukup banyak. Di antaranya hadits Jabir bin Abdillah Radliyallah 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
يَوْمُ
الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لَا يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ
يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ
سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
"Hari Jum'at terdiri dari 12 waktu,
di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim pada saat
itu memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan mengabulkan
permintaannya. Oleh karena itu, carilah saat tersebut pada akhir waktu
setelah 'Ashar." (HR. an Nasai dan Abu Dawud. Disahihkan oleh Ibnul Hajar dalam al Fath dan dishahihkan juga oleh al Albani dalam Shahih an Nasai dan Shahih Abu Dawud)
Hadits Abdullah bin Salam, dia
bercerita: "Aku berkata, 'sesungguhnya kami mendapatkan di dalam
Kitabullah bahwa pada hari Jum'at terdapat satu saat yang tidaklah
seorang hamba mukmin bertepatan dengannya lalu berdoa memohon sesuatu
kepada Allah, melainkan akan dipenuhi permintaannya.' Lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengisyaratkan
dengan tangannya bahwa itu hanya sebagian saat. Kemudian Abdullah bin
Salam bertanya; 'kapan saat itu berlangsung?' beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menjawab, "saat itu berlangsung pada akhir waktu siang." Setelah itu
Abdullah bertanya lagi, 'bukankah saat itu bukan waktu shalat?' beliau
menjawab,
بَلَى إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ
"Benar, sesungguhnya seorang hamba
mukmin jika mengerjakan shalat kemudian duduk, tidak menahannya kecuali
shalat, melainkan dia berada di dalam shalat." (HR. Ibnu Majah. Syaikh al Albani menilainya hasan shahih).
Juga berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
الْتَمِسُوا السَّاعَةَ الَّتِي تُرْجَى فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلَى غَيْبُوبَةِ الشَّمْسِ
"Carilah saat yang sangat diharapkan pada hari Jum'at, yaitu setelah 'Ashar sampai tenggelamnya matahari." (HR. at Tirmidzi; dinilai Hasan oleh al Albani di dalam Shahih at Tirmidzi dan Shahihh at Targhib).
Al-Hafidz Ibnul Hajar rahimahullah berkata:
"diriwayatkan Sa'id bin Mansur dengan sanad shahih kepada Abu Salamah
bin Abdirrahman, ada beberapa orang dari sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
berkumpul lalu saling menyebut satu saat yang terdapat pada hari
Jum'at. Kemudian mereka berpisah tanpa berbeda pendapat bahwa saat
tersebut berlangsung pada akhir waktu dari hari Jum'at." (Fath al-Baari
:II/421 dan Zaad al-Ma'ad oleh Ibnul Qayim I:391)
Ibnul Qayyim berkata, "diriwayatkan
Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas, dia berkata: 'saat (mustajab) yang
disebutkan ada pada hari Jum'at itu terletak di antara shalat 'Ashar dan
tenggelamnya matahari.' Sa'id bin Jubair jika sudah melaksanakan shalat
'Ashar dia tidak mengajak bicara seseorang pun hingga matahari
terbenam. Demikian ini pendapat mayoritas ulama salaf, dan mayoritas
hadits mengarah pada pendapat itu. Selanjutnya, pendapat lain menyatakan
bahwa saat tersebut terdapat pada waktu shalat Jum'at. Adapun
pendapat-pendapat lainnya tidak memiliki dalil." (Zaad al-Ma'ad: I/394)
Ibnul Qayyim juga mengatakan, "menurut
saya, saat shalat merupakan waktu yang diharapkan pengabulan doa.
Keduanya merupakan waktu pengabulan meskipun satu saat yang khusus itu
di akhir waktu setelah shalat 'Ashar. Itu merupakan saat tertentu dari
hari Jum'at yang tidak akan mundur atau maju. Adapun saat ijabah pada
waktu shalat, ia mengikuti waktu shalat itu sendiri sehingga bisa maju
atau mundur. Karena ketika berkumpulnya kaum muslimin, shalat,
ketundukan, dan munajat mereka kepada Allah memiliki pengaruh terhadap
pengabulan (doa). Dengan demikian, saat pertemuan mereka merupakan saat
yang diharap dikabulkannya doa. Dengan demikian itu, seluruh hadits
berpadu antara yang satu dengan lainnya. . ." (Zaad al Ma'ad: I/394)
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim berkata,
"saat mustajab berlangsung pada akhir waktu setelah 'Ashar yang
diagungkan oleh seluruh pemeluk agama. Menurut Ahl Kitab, ia merupakan
saat pengabulan. Inilah salah satu yang ingin mereka ganti dan
merubahnya. Sebagian orang dari mereka yang telah beriman mengakui hal
tersebut." (Zaad al-Ma'ad: I/396)
. . . saat mustajab berlangsung pada akhir waktu setelah 'Ashar yang diagungkan oleh seluruh pemeluk agama. . . (Ibnul Qayyim)
Pendapat ini juga yang dipilih oleh Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah sebagaimana yang dinukil oleh DR. Sa'id bin Ali al Qahthan dalam Shalatul Mukmin.
Syaikh Ibnu Bazz berkata, "hal itu menunjukkan bahwa sudah sepantasnya
bagi orang muslim untuk memberikan perhatian terhadap hari Jum'at.
Sebab, di dalamnya terdapat satu saat yang tidaklah seorang muslim
berdoa memohon sesuatu bertepatan dengan saat tersebut melainkan Allah
akan mengabulkannya, yaitu setelah shalat 'Ashar. Mungkin saat ini
berlangsung setelah duduknya imam di atas mimbar. Oleh karena itu, jika
seseorang datang dan duduk setelah 'Ashar menunggu shalat Maghrib seraya
berdoa, doanya akan dikabulkan. Demikian halnya jika setelah naiknya
imam ke atas mimbar, seseorang berdoa dalam sujud dan duduknya maka
sudah pasti doanya akan dikabulkan." (DR. Sa'id bin Ali bin Wahf al
Qahthani, Ensiklopedi Shalat menurut al Qur'an dan as Sunnah : II/349) Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/doa/2013/12/12/28104/manfaatkan-waktu-mustajab-dikabulkan-doa-di-sore-hari-jumat/#sthash.yj9cJqH3.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar