Syaikh Ahmad Ibn 'Athaillah :"Tidak
ada sesuatu yang bisa memberi manfaat di dalam hati sebagaimana "uzlah"
(mengasingkan diri) dimana akan masuk sebab uzlah itu luasnya berpikir".
Uzlah
adalah mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat. Bagi seseorang,
mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat itu bisa memberi manfaat di
dalam jiwanya. Hatinya bisa luas berfikir mengenai masalah akhirat.
Berbeda jika bergaul dengan masyarakat banyak, maka yang dipikir adalah
masalah-masalah duniawi yang bisa dilihat mata. Padahal yang demikian
ini bisa merangsang nafsunya untuk berbuat sesuatu yang bisa melanggar
peraturan agama. Ini berarti hatinya telah dihinggapi penyakit hati.
Untuk menyembuhkan penyakit hati ini jalan yang paling baik adalah
ber-uzlah atau mengasingkan diri dari masyarakat ramai. Kemudian setelah
uzlah bebaslah hati untuk berfikir mengenai alam gaib atau akhirat.
Sedang memikirkan
sesuatu mengenai di akhirat adalah ibadah yang baik dan terpuji karena menyebabkan hati menjadi terang, tidak gelap.
Imam Alghazaly
menggambarkan mengenai uzlah, adalah seperti kita tidak terikat
terhadap air yang ada disumur … walaupun kita sangat membutuhkan akan
air tersebut sebagai sumber kehidupan. Alqur'an juga telah
menggambar-kan orang yang terpaut hatinya kepada Allah (tidak terikat
oleh dunia), namun juga tidak melalaikan tugas dan kewajibannya sebagai
karyawan dan tanggung jawab terhadap keluarganya ...
Firman Allah: "Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah …." ( QS. An Nur: 37)
Menurut Syekh Abul Qasim al-Qusyairi
dalam Ar-Risalatul Qusyairiyah, ‘Uzlah merupakan lambang bagi orang
yang sedang wushul (sampai) kepada Allah. Memisahkan diri dari keramaian
manusia sangat diperlukan bagi mereka yang baru saja menempuh jalan
suf. Selanjutnya ia mengasingkan hatinya dari duniawi karena berada
dalam kesukacitaan luar biasa dalam hatinya.
Untuk melakukan ‘Uzlah
kata al-Qusyairi, seseorang harus memantapkan ilmu agamanya dan
tauhidnya, agar dalam proses ‘Uzlah tersebut, seseorang tidak tergoda
bisikan-bisikan syetan. Biasanya para sufi mengaitkan tradisi ini dengan
khalwat dan zuhud. Zuhud sendiri merupakan buah dari ‘Uzlah. Abu
Muhammad al-Jurairi ketika ditanya, apa sebenarnya ‘Uzlah itu? Ia
menjawab, “Uzlah adalah Anda masuk dalam kumpulan orang banyak sambil
menjaga batin Anda supaya tidak diharu-biru oleh mereka. Anda menjauhkan
diri dari dosa-dosa, sementara batin Anda berhubungan dengan Allah.
Menurut Syekh Zarruq,
orang yang ber-uzlah terbagi dalam tiga bagian. Pertama, orang yang
ber-uzlah dengan hatinya saja sementara badannya tidak. Kedua, orang
yang ber-uzlah badannya saja sementara hatinya tidak. Ketiga, orang yang
ber-uzlah baik badan maupun hatinya.
Orang yang ber-uzlah
menurut kriteria pertama adalah orang yang dapat memelihara hatinya dari
keadaan sekitar dia. Meski hidup di tengah kemaksiatan, ia tidak
terpengaruh oleh keadaan sekitarnya. Orang yang ber-uzlah menurut
kriteria kedua adalah orang yang terpengaruh oleh keadaan sekitarnya
meskipun ia tinggal menyendiri. Sedangkan orang yang ber-uzlah menurut
kriteria ketiga adalah orang yang benar-benar menjauhkan diri dari
keadaan sekitarnya baik fisik maupun hatinya.
Uzlah yang terbaik menurut Ibnu Athaillah adalah uzlah-nya Ahlun Nihayah
atau manusia yang berada pada tingkat sempurna. Berdasar penjelasannya,
orang yang berada pada tingkat ini, ciri-cirinya lebih dekat dengan
pelaku uzlah yang masuk kelompok pertama. Orang yang masuk kriteria
pertama ini hidupnya diibaratkan seekor ikan yang hidup di laut. Ikan
laut tidak akan terasa asin walaupun ia hidup di air laut yang begitu
asin. Begitulah hidup orang yang beriman, sangat dekat kepada Allah SWT.
Ia tidak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya yang penuh kemungkaran.
Dia justru terus melawan kemungkaran itu.
Khalwah dengan hati
terjadi ketika hati lebur dalam universalitas Yang Maha-Haqq. Hatinya
diam tertuju kepada-Nya, terpesona, seolah-olah la nyata bersamanya.
Satu hal prinsip yang harus dilalui oleh seorang salik adalah
memperbanyak amalan zikir lewat hati dan lisan secara total, sampai
zikirnya itu mengalir ke seluruh seluruh anggota raganya dan me-ngalir
bersama peluh keringatnya, lalu merasuk ke dalam jiwa, seketika lisannya
akan terdiam, hanya hatinya yang melantunkan lafaz "Allah...,
A.llah..." dalam lantunan batin, dan menafikan aktivitas raga dalam
berzikir. Sampai kemudian hatinya terdiam, dan terjadilah peleburan jiwa
terhadap Zat yang dicarinya, hanyut dalam pesona musyahadah dengan-Nya.
Lalu dengan musyahadah tersebut, ia sirna dalam Diri-Nya. Muncullah
fana’ dari totalitas diri terhadap universalitas-Nya, seakan-akan ia
berada di hadirat-Nya. "Maka katakanlah, kepunyaan siapakab kerajaan
hari ini, hanya kepunyaan Allah Swt. yang Mahaesa lagi Mahaperkasar
(Q.S. al-Mu'min [40]: 16) Pada saat itulah Allah Swt. tampak dalam
batinnya, sehingga ia mabuk merasakan ekstase dalam kedahsyatan-Nya,
dalam suasana hudur, pengagungan, dan takzim, sam-pai dada tersisa
sedikit pun bagi selain yang dicarinya, yaitu Rabb Yang Maha Agung.
Rasulullah saw. telah bersabda :
"Berfikir satu jam (sebentar) itu lebih baik daripada ibadah tujuh puluh tahun".
Mengenai berfikir ini ada 3 tingkatan, yaitu :
1. Berfikirnya orang umum (awam).
Maka yang mereka pikirkan adalah sesuatu mengenai kenikmatan dan
karunia dari Allah. Dengan memikirkan masalah kenikmatan dan karunia
Allah itu, mereka lalu bergairah untuk tekun beribadah. Yang akhirnya
dengan ketekunannya itu dapat dicapai tingkat
marifat kepada Allah.
2. Berfikirnya orang Khash
(orang-orang tertentu yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah).
Maka mereka berpikir mengenai janji-janji Allah dan pahala-Nya. Dengan
cara seperti itu mereka menjadi giat menjalankan semua perintah-perintah
Allah dengan harapan akan mendapat pahala sebanyak-sebayaknya yang
telah dijanjikan Allah itu.
3. Berpikirnya orang Khash pula.
Yaitu berpikir mengenai ancaman-ancaman Allah dan siksa-Nya. Dengan
cara berpikir seperti itu, mereka menjadi takut sehingga mau menjauhi
semua larangan-larangan Allah dengan harapan-harapan besok di akhirat
kelak terhindar dari siksa Allah yang pedih.
Ketahuilah bahwa
Uzlah itu hanyalah sebagai lantaran saja. Sedang tujuan utama orang
ber-uzlah adalah tafakkur yaitu berfikir mengenai sesuatu tang bisa
menjadikan seseorang dekat kepada Allah. Maka cara yang terbaik adalah
uzlah. Sedang kalau tidak uzlah, maka dikhawatirkan akan ketularan
sifat-sifat yang tidak baik yang berlaku dimasyarakat. Misalnya berbagai
macam kemaksiatan seperti mengumpat di belakang orang, riya, sombong
dan lain sebagainya. Dengan demikian orang beruzlah bisa terpelihara
agamanya, terhindar dari percekcokan dan terhindar dari fitnah.
Disebutkan dalam sebuah hadis :
"Perumpamaan
teman yang jelek itu bagaikan tukang besi yang membakar besi. Bila
bunga api dari besi itu tidak membakarmu, maka akan melekat bau busuknya".
Berkata Ka'ab :
"Barang siapa menghendaki kemuliaan di akhirat, maka hendaklah memperbanyak tafakkur"
Tafakur
dapatdilaksanakan kalau orang mau mengasingkan diri, tidak bercampur
dengan masyarakat banyak (uzlah). Sehingga pengaruh-pengaruh buruk dari
mereka dapat dihindarkan. Maka tafakur inilah buahnya uzlah.
Abu
Dardaa' pernah ditanya mengenai amalnya yang paling utama. Maka dia
katakan bahwa amal yang utama adalah "tafakur". Karena dengan tafakur
orang bisa sampai kepada pengertian hakekat sesuatu, bisa mengerti
kenyataan yang benar dari pada yang batal, bisa mengerti sesuatu yang
bermanfaat dari pada yang mudharat. Begitu pula dengan bertafakur orang
bisa melihat bencana hawa nafsu yang samar-samar, mengetahui tipu daya
musuh (setan), dan bujukan keduniaan.
Hasan Al Bashri berkata :
"Tafakur
itu merupakan cermin yang bisa memperlihatkan kepadamu akan kebaikanmu
dari pada keburukanmu. Dengan cermin itu pula orang bisa melihat
kebesaran dan keagungan Allah Ta'ala bila ia bertafakkur mengenai
tanda-tanda dan semua yang dibuat oleh Allah. Juga ia bisa melihat
tanda-tanda Allah yang terang dan yang samar. Maka dengan begitu dia
bisa mengambil faedahnya dari berbagai tingkah laku yang luhur, sehingga
hilanglah penyakit hatinya dan dengan sebab itu dia bisa lurus di dalam
taat
kepada Tuhannya".
Uzlah sebagaimana disebutkan di atas mengandung arti "khalwah".
Yaitu bertafakkur di tempat yang sepi lagi sunyi. Dan khalwah ini
merupakan salah satu dari empat tiang yang menjadi dasar bagi
orang-orang yang menghendaki penglihatan bathin kepada Allah. Adapun
tiga lagi yaitu : Diam, lapar, dan bangun malam itulah yang menjadi
dasar bagi seorang murid untuk mencapai tingkat penglihatan bathin
kepada Allah. Bahkan Sahl bin Abdullah mengatakan bahwa semua kebaikan
itu terkumpul di dalam empat perkara ini. Yaitu : perut yang lapar,
mulut yang selalu diam, mengasingkan diri (khalwah, dan bangun malam )
sumber : http://sufiroad.blogspot.com/2011/11/sufi-road-uzlah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar